Rinda Andhika Maharani

Kisah ini saya angkat dari cerita pribadi yang mungkin menjadi pelajaran berharga untuk diri saya sendiri.
Karena bingung mau cerita dari mana, saya mencoba memberikan skenario yang sekiranya bisa dirunut.
Keinginan saya ini tumbuh ketika menemukan sebuah berkas yang tidak sengaja tersimpan dalam komputer, entah dulu memang saya simpan atau kebetulan terselip dibeberapa berkas lainnya. Saya mulai mengingat suatu kejadian yang mungkin wajar dan maklum di masanya.
Dahulu, saya memiliki teman yang saya lupa kapan pertama kalinya saya mengenalnya. Yang jelas saat ini, harusnya saya mengucapkan terima kasih kepadanya.
Cerita di masa perkuliahan tentunya menjadi momentum yang berbeda dengan masa-masa ketika kita duduk dibangku SMP,maupu SMA, yang saya maksudkan adalah kematangan diri individu masing-masing. Sebagai mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang) saya menikmati masa perkuliahan dengan mengabaikan suatu proses yang dinamakan interaksi. Karena jelas, ketika saya masuk dan mendaftar kuliah saya mencoba mandiri dengan cara saya sendiri. Pertama kali saya masuk dibangku perkuliahan, saya melewatkan OSPEK, itulah momen yang paling hebat yang pernah terlewatkan. Sebab saya memandang, konsekuensi dari cerita ini mungkin kesalahan sejak saja tidak mengikuti OSPEK. Fatal bukan??
Saat itu saya ingin menjadi adik yang patuh bagi kakak saya. Kakak memberikan saran untuk tidak perlu mengikuti kegiatan pengenalan kampus atau OSPEK. Dengan alasan saat itu memang kakak saya menyadari kemampuan sosial saya yang buruk, kakak saya mungkin tidak ingin saya repotkan saat mencari piranti-piranti untuk OSPEK. Maksudnya, saya dikhawatirkan belum dapat bekerjasama dengan teman baru.

Sebenarnya, hal yang lumprah yang harus dilakukan mahasiswa baru adalah mengenal teman satu angkatan khusunya satu jurusan. Dari sana interaksi dan kekeluargaan barangkali akan terbangun dan dirasakan cukup untuk memberikan bekal sosial kepada masing-masing mahasiswa. Akantetapi, proses itu saya lewatkan!!
….
Saya mengamati dari kejauhan bagaimana OSPEK dilaksanakan, “ah.. memalukan.. beruntung saya tidak ikut”. Pada saat itu memang hal itu saya benarkan. Namun, satu dua semester berlangsung,, saya mulai sadar, wah.. keputusan saya kurang benar.. harusnya saya mengikuti proses sebagaimana mahasiswa lain lalui.
Ada beberapa kendala yang berarti ketika menjalani tiga semester pertama. Yaitu saya tidak dapat mengenal teman sekelas secara utuh dengan segera. Jangankan satu jurusan yaa.. wong satu kelas aja gak genap hehe..
Beruntung saat di awal semester bertemu dengan teman yang kebetulan tetangga dengan saya dan Alhamdulillah saat ini masih menjadi teman yang baik dalam segala syarat dan keadaan. Saya belajar banyak hal juga dari teman saya tersebut dari mengenal temannya , temannya lagi dan pada akhirnya saya hampir mengenal teman satu angkatan.
….
Tiba saat saya KKL, mulai ada pertanyaan dalam diri saya “Apa bener ini saya lanjutkan, masa iya si gak kenal teman beda kelas, masa iya si gak tahu kosannya teman”. Titik balikpun mulai ada dan mulai mengawali kesadaran untuk mengenal orang-orang disekeliling saya.
Sesekali saya tidak ragu untuk mengulurkan tangan dan mengajak teman-teman saya untuk berkenalan, tahukah apa yang terjadi?
Saya ditertawakan oleh beberapa teman saya, “Kelewatan kamu mas, itu teman sekelasmu.. kenapa diajak kenalan!”. Hal ini mungkin memalukan tapi mau bagaimana lagi, saya terlanjur berniat untuk mengenal orang-orang ketika KKL.
Sampai pada suatu keadaan, saya memiliki ketertarikan dengan pribadi yang kukuh dan pada saat itu saya kagum betul dengan “inner beauty” yang ia miliki.
Saya lanjutkan…..
Tiba pada sebuah tempat yang dekat dari kampus,. Saya berceloteh dengannya “Apa yang sudah dan kelak engkau siapkan untuk masa depanmu,teman?”. Dengan candaan ringan orang itu menjawab dengan jelas ” Aku sedang memperbaiki diri dan mencoba menabung demi kemandirianku”. Dalam hati saya menjawab
” Mengapa orang ini jawabnya aneh yaa, belum pernah saya menjumpai teman yang menjawab demikian”.
Berawal dari percakapan tersebut sedikit banyak saya mulai merekontruksi cara pandang terhadap orang itu.
Penasaran, saya mencoba untuk mengenalnya lebih jauh dengan berinteraksi lebih sering dengannya.
Akan tetapi dalam proses kesananya, saya melakukan sesuatu yang kekank-kanakan… betul, sangat kekanak-kanakan!
Saya ingat, semisal dulu ada beberapa adik tingkat yang pernah sakit hati dengan perilaku saya saat membimbing praktikum, mengajari kalian dengan diskriminatif, saya menyampaikan statement yang kurang baik atau memberikan stigma yang buruk bagi sebagian teman kalian. Dari sini, sekalian saya meminta maaf kepada adik-adik, teman-teman dan sahabat-sahabat saya yang baik, mohon untuk dimaafkan yaa,, ..ini beneran saya meminta maaf atas apa yang pernah saya lakukan dulu..
….
Saya memiliki teori bahwa ” Saya belajar belum tentu saya dewasa,, saya dewasa, berarti saya melakukan proses belajar”.
Saya meyakini hal tersebut namun, apabila ada yang tidak sepaham dengan itu saya mohon maaf.
Layaknya anak kecil yang tumbuh.. Saya belajar sedikit demi sedikit dari sebuah kesalahan.
Saya tidak ingin mengulangnya kembali. Membuat orang lain marah dengan saya, membuat orang merasa tertindas dengan apa yang saya lakukan, dan melakukan kecerobohan yang hampir memutuskan tali silaturahmi antar umat muslim, naudzubillah, . . semoga Allah masih mengampuni dosa saya..
Lanjut lagi….


Karena hal tersebut sudah terlewatkan dan terlanjur membuat teman saya sakit hati dengan apa yang pernah saya kerjakan,..
Saya mau tidak mau harus berbenah diri,. sama seperti yang dikatakan teman saya waktu itu “memperbaiki diri dan menabung untuk kemandirianku” itulah yang sedang saya upayakan.
Bukan untuk dirinya ataupun orang lain, hal ini semata-mata untuk keberlangsungan hidup saya yang lebih baik.
Karena hal itu juga, orang itu menjadi sosok yang hebat dimata saya hehe. Maklum saja, jawabannya ketika aneh sii…
Setiap orang yang saya temui (teman sejawat) saya tanyai pertanyaan yang sama, hampir semua menjawab yang itu-itu saja.. kalau kata teman saya,, gak seru kalo sama dengan yang lain.
….
Sampai saat ini saya tetap melakukan spionase dengan orang tersebut. Caranya dengan bertutur dengan teman yang dekat dengan beliau ataupun menjadi stalker di media sosial yang ia punyai. Sebenarnya ada orang yang sudah menasihati saya, beliau bertutur “Kamu melakukan hal yang murahan, itu bukanlah hal yang baik. Namun, jika itu membuatmu lebih baik ketika terpuruk jalani saja sebagaimana mestinya” .
Saya melakukan hal itu, tentu saja dengan sadar.
Jadi memang betul-betul hati-hati agar tidak menyinggung ataupun membuat orang itu marah dengan saya.
Dari sini, memang kesalahan yang berulang sering terulang. “Lho? maksudnya?” . Maksudnya itu manusia memang tempatnya salah dan lupa, tapi kalau sudah ingat yaa buruan minta maaf, diupayakan jangan diulangi lagi. Allah itu udah sabar lho nungguin kita buat berbenah diri. Datang pada-Nya sambil mengucap syukur karena masih diberikan kesempatan untuk meminta maaf kepada orang-orang yang pernah kita kecewakan, kita sakiti, ataupun yang lainnya.
Coba saja dibayangin.. Semisal kita memiliki merpati yang punya gelang emas, sering menang lomba. Eh, hilang… Kemudian dia balik lagi dengan piranti yang sama. Senang tidak?
Nah… itulah kita.. Kita itu ditungguin lho sama Allah buat kembali ke jalanNya.
Wassalamualaikum….