Kecelakaan dan Ketidaksempurnaan Pendaratan Pesawat UAV
by : Abdul Majid M.Han
Cause: Pilot flared the aircraft higher than normal.
Factors: Late decision to go-around. Due to the lack of visual cues, and the lack of proper instrumentation, the pilot made a late decision to go-around.
Factors: Lack of visual cues, lack of instrumentation. The GCS is lacking in two key areas: peripheral display and radar altimeter. Due to the limited horizontal field of view of the camera, the pilot's peripheral "vision" is limited. Peripheral vision is largely responsible for detecting motion and attitude cues, as well as ground rush/altitude cues, all of which are used during the transition to landing. Without sufficient peripheral cues, a radar altimeter is needed to establish the aircraft height above the runway.
Analisis Kecelakaan dan Ketidaksempurnaan Pendaratan Pesawat UAV
Human System Integration (HSI) adalah suatu kegiatan yang
berkaitan dalam mengintegrasikan antara manusia dengan pengembangan sistem pada
suatu teknologi. Pengembangan tesebut dapat berkaitan dengan pemilihan
pelatihan, posisi dalam sistem, kesehatan,dan keselamatan dari seorang yang
mengoperasikan sistem tersebut. HSI juga berkaitan dengan penyediaan alat dan
metode yang memenuhi syarat yang
mendukung proses pengembangan sistem tersebut.[1] HSI dapat didefinisikan
sebagai proses teknis dan manajemen untuk megintegrasikan antara manusia dan
seluruh sistem. HSI menggabungkan komponen-komponen dalam integrasi antara tenaga
kerja, personil, pelatihan, rekayasa faktor manusia, lingkungan, keselamatan,
dan kesehatan kerja.
Dalam melandingkan pesawat UAV hal yang perlu
diperhatikan antara lain: keterbatasan manusia, personel, pelatihan, sumber
daya manusia, dan K2L (Keselamatan, kesehatan, dan lingkungan). Pada komponen
keterbatasan manusia menentukan desain antar muka manusia dan mesin yang
dipengaruhi oleh kewaspadaan situasi dan desain manusia-mesin. Manusia sangat
terbatas dalam hal situasi yang mendesak atau insidental hal ini dikarenakan manusia
memiliki emosi sehingga terkadang manusia dapat mengambil keputusan yang salah.
Dalam mendesain mesin atau manusia memiliki keterbatasan dalam menterjemahkan
bahasa mesin. Selain itu kurangnya instrumentasi pada pengontrol dapat
mengurangi pilot dalam menentukan keputusan. Maka dalam mendesain mesin pesawat
dan mesin kontrol harus digunakan dengan bahasa yang sederhana dan dapat
dimengerti. Sehingga desain antar muka manusia-mesin menjadi semakin baik
dengan demikian performan pilot semakin tinggi.
Komponen personel (Pilot) dapat ditingkatkan dengan
pratik yang terus menerus (kontinu) dan sedikit demi sedikit. Pengetahuan,
ketrampilan, dan skill pilot sangat diperlukan dalam memberikan suatu
pertimbangan dalam keputusan pilot untuk melandingkan pesawat. Pengetahuan
mengenai radar perlu ditingkatkan dengan melatih pilot dalam suatu simulator
pesawat UAV sehingga pengertahuan tentang radar dapat ditingkatkan. Ketrampilan
pilot dalam mengemudikan pesawat UAV ditingkatkan dalam suatu pelatihan
bertingkat pada berbagai keadaan dimulai dari hal yang mudah sampai keadaan
yang sulit. Selain itu pilot perlu menambah skill dalam mempelajari medan yang ditempuh.
Pelatihan yang bertahap akan meningkatkan skill dan kemampuan pilot yang baik.
Dari komponen man power (tenaga kerja) diberikan
pelatihan yang komperhensif. Sumber daya manusia yang digunakan dalam suatu
operasi militer (pesawat UAV) memerlukan kekuatan operasi yang tangguh yang
siap dalam menghadapi ancaman. Kekuatan sumber daya manusia sangat dipengaruhi dari
training yang dilakukan dengan melatih dengan memberikan tugas dan menggunakan
metode simulasi yang sesuai dengan kriteria teknologi yang UAV. Sumber daya manusia dapat memberikan
suatu perbaikan teknologi radar dan teknologi yang memberikan konstribusi pada
pengurangan human error dengan memperbaiki posisi pendeteksi gerakan pesawat
UAV. Man power dapat dilatih untuk memperbaiki teknologi dan mengecilkan nilai kecelakaan
dari landing pesawat UAV, sehingga pesawat dapat landing dengan sempurna. Hal
ini perlu dilatih dengan metode simulasi yang tepat sehingga man power dapat
meningkat secara pengertahuan dan skill dalam menguji kehandalan pesawat UAV.
Dari permasalahan diatas maka perlu dibuat suatu analisa
HSI (human system integration). Human Performance pada penerbangan UAV
menyebabkan kegagalan pesawat saat landing. Hal ini dikarenakan kurang
pengetahuan desain antarmuka manusia dan mesin (pesawat UAV yang diterbangkan).
Selain itu kurangnya pengetahuan, skill, dan kebisaan/keterampilan dalam
menggunakan teknologi pesawat UAV menjadi penyebab gagalnya landing yang menyebabkan
kecelakaan. Desain antar muka dan pengetahuan, skill, dan kebisaan/keterampilan
memiliki hubungan saling berkaitan dalam mencapai performan pilot UAV. Semakin
meningkat pengetahuan, skill, dan keterampilan maka penggunaan desain antar
muka pesawat UAV antara mesin dan manusia dapat dioptimalkan dan mempermudah
pilot dalam melandingkan pesawat.
Pengetahuan, skill, dan ketrampilan mempunyai hubungan
timbal bailk dengan desain antar muka manusia-mesin. Semakin kompleks desain
antar muka manusia-mesin maka semakin tinggi pengetahuan, skill, dan
ketrampilan yang harus dipenuhi oleh seorang pilot dalam mengindentifikasi
teknologi yang digunakan pada pesawat UAV. Begitu juga sebaliknya semakin
tinggi desain antar muka manusi-mesin pesawat UAV maka dibutuhkan seoreang
pilot yang memiliki pengetahuan, skill, dan ketrampilan yang sesuai dengan teknologi
yang digunakan pesawat UAV, sehingga ada sinkronisasi antara pelatihan dan operasi
dilapangan. Desain yang baik mempermudah pilot dalam mengoperasikan pesawat UAV
baik saat menerbangkan maupun melandingkan pesawat.
Lingkungan, keselamatan, dan kesehatan kerja dari pilot
sangat menentukan performan dari seorang pilot pesawat UAV. Hal ini depengaruhi
dari kemampuan, skill, dan ketrampilan dalam menggunakan desain antar muka
manusia-mesin yang dimiliki dari pengontrol pesawat UAV. Kesehatan baik fisik
dan psikologi dari seorang pilot sangat menentukan keberhasilan pesawat untuk
landing. Emosi pilot dalam menerbangkan dan mendaratkan pesawat diukur dari
beban dan kondisi fisik saat mengoperasikan pesawat secara kesahatan harus
diukur, sehingga dapat konsentrasi dalam keadaan denting sekalipun.
Keselamatan dari pesawat UAV adalah ketika dapat mendarat
dengan sempurna. Kesalamatan juga mempengarui dari segi pilot, ruang pengontrol
yang ergonomi dapat meningkatkan performa dalam mengontrol pesawat. Pilot tidak
mudah lelah dan dapat konsentrasi pada pandangan dengan radar dan lingkungan
sekitar medan. Lingkungan yang mendukung dalam operasi juga menentukan
keberhasilan dalam operasi. Seorang pilot harus mempelajari lingkungan yang
akan ditempuh oleh pesawat baik dari segi geologi maupun dari aspek klimatologi,
sehingga dapat ditentukan keputusan yang baik saat pesawat diterbangkan dan
didaratkan.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam analisis HSI harus mempertimbangkan kemampuan dan skill dari seorang
pilot yang akan diintegrasikan dengan pilot. Selain itu penyediaan fasilitas
dalam pelatihan dan metode simulasi yang tepat dapat meningkatakan pola pikir
seorang pilot dalam pengambilan keputusan yang tepat. Penggunaan teknologi yang
sesuai dengan ketrampilan seorang pilot dapat meningkatan performa pilot. Integrasi
anatar pilot dan sistem pesawat UAV dilakukan pada pengembangan pelatihan dalam
mendaratkan pesawat UAV pada berbagai medan, pelatihan yang bertahap dan kontinu
dapat meningkatkan ketrampilan pilot dalam pengoperasian pesawat.
Referensi
http://izarzafri.blogspot.co.id/2009/01/bintang-paling-terang-di-rasi-capricorn.html Diakses 26 Mei 2018
http://meivadikna.blog.st3telkom.ac.id/2014/04/09/vacuum-tube/ Diakses 27 Mei 2018
https://www.nap.edu/read/11893/chapter/3 Diakses pada 26
Mei 2018