Pengadaan Alpalhankam
harus dari produksi dalam negeri, namun jika industri dalam negeri belum mampu
untuk melakukan pemenuhan kebutuhan Alpalhankam, maka pengguna dan industri
pertahanan dapat mengusulkan ke KKIP untuk menggunakan Alpalhankam yang
diproduksi dari luar negeri. Namun pengadaan Alpalhankam dari luar negeri harus
dilakukan melalui mekanisme imbal dagang, kandungan lokal, dan/atau ofset[1].
Prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pengadaan
Alpalhankam adalah sebagai berikut: efisien, efektif, transparan dalam
pengelollan anggaran, menjamin kerahasiaan, bersaing, adil/tidak diskriminatif,
dan akuntabel. Sehingga para pihak yang terkait dalam pengadaan Alpalhankam
harus mematuhi etika pengadaan, dimana pelaksanaan tugasnya harus disertai rasa
tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan dalam
pencapaian tujuan pengadaan Alpahankam.
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan
Alpalhankam adalah sebagai berikut : Pertama,
penentuan spesifikasi yang diinginkan oleh user, dalam hal ini TNI AL
sebagai user. Kedua, pengadaan
Alpalhankam harus memiliki imbal dagang, kandungan lokal, dan/atau offset.
Pelaksanaan imbal dagang, kandungan lokal, dan/atau offset harus meliputi:
penetapan jenis produk, penentuan komponen, dan penetapan prioritas pelaksana[2]. Penetapan jenis produk
yang dimaksud adalah arah kemandirian dan daya saing untuk Industri Pertahanan,
mampu meningkatkan kemampuan Industri Pertahanan, merupakan kebutuhan
Alpahankam, memiliki kemampuan teknologi rancang bangun dan rekayasa, dan
memiliki dapak terhadap perekonomian nasional.
Ketiga,
perumusan draft kontrak awal harus benar-benar teliti. Baik dari segi hukum,
keuangan, intellectual property, transfer
of knowhow, transfer of technology, pembayaran, denda yang ditetapkan oleh
penjual, dan term-term lain. Karena banyak sekali pengadaan Alpalhankan yang
dilakukan oleh TNI tidak sejalan dengan apa yang diinginkan sehingga
menimbulkan beban atau biaya lagi, yang mungkin sebenarnya bisa dicover pada
saat negosiasi diawal dan tercantum dalam draft kontrak yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak.
Keempat, manajemen
dokumen harus benar-benar tersusun rapi. Mulai dari saat pemilihan Alpalhankam
sampai dengan pengadaan Alpalhankam. Semua dokumen harus tersimpan rapi serta
semua kejadian harus terekam dalam sebuah dokumen yang ditandatangani oleh
pihak yang berwenang. Sehingga jika suatu saat dibutuhkan suatu penentuan
keputusan, user atau kemhan bisa melihat dokumen sebagai referensi dalam
pengambilan keputusan.
Procurement Alpalhankam melibatkan banyak pihak. Pihak-pihak
tersebut terbagi menjadi organisasi induk, tim evaluasi spesifikasi teknis,
panitia pengadaan, tim evaluasi pengadaan dan tim perumus kontrak. Organisasi
induk beranggotakan Menteri Pertahanan, Sekjen Kemhan, Panglima TNI dan tiga
Kepala Staf Angkatan. Secara umum, organisasi ini memiliki tugas menentukan
kebijakan program pengadaan dan rencana kebutuhan Alpalhankam, monitoring dan
proses pengadaan Alpalhankam TNI tersebut.
Oleh : Ema Rahayu M.Han