Latar Belakang
Industri pertahanan merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung kekuatan
pertahanan suatu negara. Negara yang memiliki industri pertahanan yang maju
akan mempunyai kemampuan lebih dalam kekuatan pertahanannya. Kekuatan
pertahanan suatu negara akan lebih baik apabila ditunjang dengan kemampuan
negara tersebut memproduksi berbagai macam sarana dan prasarana pendukung
pertahanan melalui industri pertahanan yang dimilikinya.
Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yaitu efek langsung
terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap pembangunan
ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan,
industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan kebutuhan Alutsista dan sarana
pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan Alutsista secara berkelanjutan
menjadi hal utama dalam menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam
jangka panjang, tanpa adanya kekhawatiran akan faktor-faktor politik dan
ekonomi, seperti embargo. Industri pertahanan dapat memberikan efek pertumbuhan
ekonomi dan industri nasional, yaitu ikut mengembangkan pertumbuhan industri
nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi,
dan pengembangan nasional di bidang sains dan teknologi.
Untuk membangun sebuah industri pertahanan yang mandiri memang tidak mudah.
Diperlukan berbagai macam upaya dan sumberdaya yang tidak sedikit. Disamping
memerlukan dana yang besar, juga dibutuhkan pengusaan teknologi tinggi. Hal
tersebut tidak bisa dilaksanakan dalam waktu yang singkat, serta memerlukan
kerjasama berbagai pihak. Kementerian Pertahanan Indonesia sebagai
penanggungjawab utama sistem pertahanan Indonesia memerlukan kerjasama dengan
pihak lain untuk mewujudkan pengembangan industri pertahanan yang mandiri.
Pemberdayaan industri nasional untuk pembangunan pertahanan memerlukan kerja
sama di antara tiga pilar industri pertahanan, yaitu Badan Penelitian dan
Pengembangan serta Perguruan Tinggi, Industri Pertahanan, dan pihak Kemhan/TNI,
dengan dibentengi oleh kebijakan nasional yang jelas untuk menggunakan
produk-produk hasil dalam negeri.
Untuk memenuhi tuntutan modernisasi Alutsista dan peningkatan sarana dan prasarana
dan fasilitas pangkalan militer, maka pemerintah Indonesia, dalam hal ini
khususnya Kementerian Pertahanan RI tentunya memerlukan kebijakan untuk proses
pengadaan bagi hal tersebut. Dalam buku Defence Procurement and
Industry Policy terbitan Routledge Studies in Defence and Peace
Economics tahun 2010, disebutkan bahwa ada beberapa pedoman dalam proses
pengadaan dalam bidang pertahanan, yaitu:
1.
Local content requirement, apakah pengadaannya dari industri dalam negeri ataukah dari luar negeri.
2.
Make-or-buy consideration, dibuat sendiri atau membeli dari pihak luar.
3.
Source selection requirement, cara menyeleksi pemasok, apakah dengan lelang terbuka, atau penunjukan.
4.
Contracting arrangements, bentuk kontrak dengan pemasok
5.
Supplier relation management, bentuk kerjasama dari mulai proses pengiriman sampai dengan layanan purna
jual.
Dari lima pertimbangan tersebut, dalam prakteknya sekarang ini sebagian
besar pengadaan Alutsista bagi kepentingan TNI, terutama yang mengandung
teknologi tinggi masih didatangkan dari luar negeri. Namun demikian sudah
banyak pula kebutuhan Alutsista TNI yang dipasok oleh industri-industri
pertahanan dalam negeri baik BUMN maupun swasta.
Untuk membangun kekuatan pertahanan, idealnya kebutuhan Alutsista TNI seharusnya
dapat dipasok oleh industri-industri yang berasal dari dalam negeri. Bila hal
tersebut dapat dilaksanakan maka ketergantungan terhadap asing menjadi semakin
kecil, sehingga tingkat kerawanan terhadap kesiapan dan kemampuan Alustista TNI
dapat dikurangi.
Dalam
industri pertahanan terdapat fenomena gunung es. Artinya yang terlihat di
permukaan adalah produk dari hasil industri pertahanan tersebut, tetapi
sebenarnya terdapat hal yang lebih besar yang tidak nampak dari permukaan. Hal
tersebut adalah service providers, industri pertahanan,
infrastruktur dan teknologi, technological center (penelitian
dan pengembangan), dan Institusi militer dan universitas. Penelitian dan
pengembangan menjadi salah satu dasar dari terciptanya sebuah produk. Dengan
penelitian dan pengembangan baik maka akan dihasilkan pula sebuah produk yang
berkualitas.
Kebijakan Pemerintah
dalam Pengembangan Industri Pertahanan
Seperti disebutkan di atas bahwa kesadaran pemerintah untuk mengembangkan
industri pertahanan sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu, tetapi seiring
dengan berjalannya waktu, berbagai macam kendala dihadapi oleh pemerintah untuk
terus mengembangkan industri pertahanan tersebut. Salah satunya adalah
munculnya krisis ekonomi pada era tahun 1998, yang menyebabkan beberapa BUMNIS
terpaksa menunda atau bahkan membatalkan beberapa proyek yang sudah
direncanakan.
Meskipun terkendala berbagai hal, pemerintah tetap melakukan kebijakan
pengembangan industri pertahanan dengan melakukan revitalisasi industri
pertahanan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan mengeluarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite
Kebijakan Industri Pertahanan dan UU no 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan.
Dalam pelaksanaannya Komite Kebijakan Industri Pertahanan tersebut dibantu oleh
kelompok kerja yang berasal dari pemerintah maupun kalangan profesional
lainnya. Terkait dengan Program Nasional Riset Pertahanan dan Keamanan yang
sedang disusun oleh KKIP, hal tersebut akan menjadi embrio dalam
melengkapi road map dari kegiatan Riset di Bidang Pertahanan dan
Keamanan yang sudah diselesaikan oleh Dewan Riset Nasional. Road map berisi
riset pengembangan dan penerapan dari produk-produk alutsista dan almatsus (alat
matra khusus) untuk Matra Darat, Laut dan Udara serta Kepolisian.
Penelitian dan
Pengembangan dalam Industri Pertahanan Indonesia
Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan untuk menghidupkan kembali, serta
mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Hal tersebut dibuktikan dengan
dibentuknya Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan disyahkannya UU No 16
tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Kebijakan-kebijakan pemerintah tentang
industri pertahanan tersebut akan berlansung dengan baik bila salah satunya
adalah didukung adanya penelitan dan pengembangan dalam bidang pertahanan,
khususnya bidang industri pertahanan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan industri pertahanan dalam negeri dalam
membuat produk-produk Alutsista yang berteknologi tinggi masih kurang. Hal
tersebut dikarenakan perhatian pemerintah terhadap bidang penelitian dan
pengembangan termasuk didalamnya penelitian dan pengembangan dalam bidang
pertahanan masih kurang. Akibatnya penemuan-penemuan serta kemampuan Indonesia
untuk memproduksi berbagai peralatan berteknologi tinggi menjadi kurang.
Kurangnya perhatian terhadap sektor penelitian dan pengembangan sebenarnya
merupakan salah satu dampak dari krisis ekonomi tahun 1998. Dana untuk
penelitian dan pengembangan dalam berbagai sektor terpaksa dikurangi karena
pemerintah lebih terkonsentrasi untuk membangun kembali infratruktur yang
terkait dengan kesejahteraan rakyat serta yang terkait dengan upaya pemulihan
ekonomi. Bidang pertahanan dan keamanan juga mengalami pemotongan anggaran
sebagai akibat dari krisis ekonomi. Akibatnya sektor penelitan dan pengembangan
yang terkait dengan bidang pertahanan tentunya kurang mendapat perhatian
beberapa waktu yang lalu. Disamping itu bahwa untuk melakukan penelitian dan
pengembangan sebuah produk peralatan pertahanan memerlukan biaya yang sangat
besar.
Kemampuan
Penelitian dan pengembangan Pada Industri Pertahanan Yang Diharapkan
Peningkatkan kemampuan penelitian dan pengembangan pada industri pertahanan di
satu sisi memang akan berhadapan dengan berbagai persoalan seperti sulitnya
memperoleh transfer teknologi, persaingan produk industri pertahanan dengan
negara maju. Belum terwujudnya penelitian dan pengembangan untuk mendukung
kebutuhan Alutsista, dikarenakan pembangunan nasional masih dititik beratkan
di sektor ekonomi. Apabila kita dapat mencermati peluang dan kendala dari
pengamatan perkembangan lingkungan strategis sekarang ini, maka kemampuan
penelitian dan pengembangan pada Industri pertahanan dapat ditingkatkan.
Untuk
mewujudkan kemampuan penelitian dan pengembangan pada industri pertahanan yang
diharapkan, diperlukan Penelitian dan pengembangan yang lebih fokus untuk
melaksanakan fungsinya, yang dapat mendukung industri pertahanan yang jelas
arah produksinya, didukung SDM yang berwawasan teknologi pertahanan dan tidak
terkendala dengan pembiayaan penelitian dan pengembangannya, sehingga
harapan-harapan ini dapat terwujud apabila :
1.
Industri pertahanan yang Penelitian dan
pengembangannya mampu melaksanakan upaya-upaya deversifikasi produk industrinya
baik untuk keperluan militer maupun non militer. Hal ini untuk mengantisipasi
apabila Negara dalam keadaan damai tentunya permintaan produk militer berskala
kecil. Apabila produk non militernya diakui dan bisa diterima oleh pasar, maka
hal ini akan memperkuat Penelitian dan pengembangannya untuk produk militer.
2.
Industri pertahanan juga berusaha
mengembangkan kemampuan SDMnya dalam rangka penguasaan teknologi dan investasi
teknologi sehingga mempunyai spesialisasi atau kompetensi sesuai kebutuhan.
Peningkatan Kemampuan
Penelitian dan pengembangan pada Industri Pertahanan
Untuk meningkatkan kemampuan penelitian dan pengembangan pada Industri
Pertahanan dapat dilakukan bebera hal, dinatranya :
1.
Unit Penelitian dan pengembangan industri
pertahanan dapat menjadi sarana untuk mengejar ketertinggalan teknologi militer
dengan berperan aktif memenuhi persyaratan teknis Alutsista TNI dengan mengukur
kemampuan penelitian dan pengembangan yang dimiliki, serta melibatkan penelitian
dan pengembangan Angkatan/Kemhan serta perguruan tinggi.
2.
Adanya sinergi yang saling mendukung/menguntungkan
antara Kemhan, Kementerian BUMN dan Kemenperin. Sehingga kemhan dapat
menyampaikan keinginannya untuk mengajak Industri pertahanan dalam memproduksi Alutsista
yang dapat memenuhi persyaratan teknis pengguna/TNI dan sesuai dengan kelaikan
militer. Kementerian BUMN dan Kemenperin atau Industri pertahanan sendiri dapat
memahami persyaratan teknis dan persyaratan kelaikan militer tersebut dalam
merancang Alutsista yang dikehendaki pengguna dengan memberdayakan unit
Penelitian dan pengembangannya.
3.
Memperjuangkan alih teknologi dan
kandungan lokal (local contain) yang sebanyak mungkin dalam setiap kontrak
pengadaan Alutsista untuk kepentingan TNI dengan memberi kesempatan kepada SDM
Penelitian dan pengembangan Angkatan/Kemhan, Universitas dan lembaga Penelitian
dan pengembangan yang lain untuk ikut berperan dalam alih teknologi.