Landing Mishaps HSI Analysis

Analisis ini menggunakan Human System Integration (HSI), dengan menghubungkan berbagai faktor yang terdapat pada manusia dan hubungan manusia dengan mesin. Permasalahan yang terjadi adalah pendaratan UAV yang biasa dilakukan tidak berjalan dengan baik, sehingga diperlukan suatu cara bagaimana mendaratkan UAV yang baik. 
Human System Integration merupakan pendekatan sistematis yang menerapkan teknologi baru dan memodernisasi sistem yang ada. Hal ini merupakan kombinasi antara filosofi manajerial, metode, teknik, dan alat yang dirancang untuk menekankan, selama proses akuisisi, peran sentral dan pentingnya pengguna akhir dalam teknologi atau proses organisasi. Pendekatan ini mengoptimalkan keamanan dan efisiensi sistem melalui pertimbangan semua elemen sistem. Singkatnya, HSI mengintegrasikan organisasi, teknologi, dan orang. Sehingga teknik dan proses HSI ini dapat digunakan untuk mengatasi akuisisi satu perangkat kecil atau cara yang sama sekali baru dalam mengatur tugas-tugas kerja dalam suatu organisasi. 

Gambar 1. Analisis menggunakan HSI untuk pendaratan UAV yang baik. 
Sumber : Octovianus, A. 2018. Slide kuliah Rancang Bangun Sistem Persenjataan. 

Berdasarkan Gambar 1 diatas, menunjukkan langkah-langkah dalam menganalisis pendaratan UAV yang baik dengan HSI. Pada bagian faktor manusia terdiri atas human factors engineering, personel, training, manpower, environment safety & occ health, habitability, survivability. Namun untuk kasus pendaratan UAV dengan baik hanya merujuk pada faktor manusia berupa human factors engineering, personel, training, manpower, environment safety & occ health. 

Human factors engineering merupakan rekayasa faktor manusia yang berfokus pada perancangan antarmuka sistem manusia untuk mengoptimalkan kinerja pengguna dan mengurangi kemungkinan kesalahan pengguna. Hal ini dapat dicapai melalui desain yang kompatibel dengan keterbatasan kemampuan pengguna. Dalam kasus ini yang telibat dalam pendaratan UAV meliputi operator langsung UAV, pelatih operator UAV. Selain itu, pendaratan UAV yang baik juga dipengaruhi dari desain UAV itu sendiri dan remote control UAV. Sehingga desain sistem antarmuka antara UAV dengan manusia harus diperhatikan. Mesin harus dapat menampilkan manusia dalam kebutuhan menjaga situasi kesadaran saat sedang tertekan oleh tingkat beban mental yang tepat. 

Personnel. Bagian ini berfokus pada KSAO (knowledge, skills, abilities and other characteristics) yang diperlukan dalam melatih, beroperasi, memelihara, dan mempertahankan teknologi atau sistem baru. Kualifikasi dan status operator UAV yang dikemudikan dari jarak jauh adalah salah satu aspek yang paling kontroversial dari pengembangan UAV yang dikemudikan dari jarak jauh. Sehingga, siapa yang harus berada di masa depan yaitu para operator yang dapat berada di mana saja, mulai dari pria biasa di luar jalan hingga pilot yang berkualifikasi tinggi dengan latar belakang teknik. Personil untuk operator harus dapat mengoperasikan, memelihara, dan mendukung sistem senjata. 

Latihan, domain ini membahas persyaratan intruksional yang penting untuk menanamkan KSAO yang diperlukan untuk mengoperasikan, memelihara, dan mempertahankan yang baru atau sistem modern. Saat teknologi diperkenalkan maka penting siapa yang dapat mendukung teknologi dalam memelihara, dan memiliki keterampilan kerja dan pengetahuan yang diperlukan untuk secara efektif dan aman berinteraksi dengan teknologi baru. Dalam hal ini perlu latihan tugas untuk operator atau pilot UAV dalam hal pendaratan UAV, latihan ini dapat dilakukan dengan metode simulasi. Metode simulasi mampu menciptakan lingkungan yang sama dengan penerbangan sesungguhnya. 

Tenaga Kerja. Bagian ini dibutuhkan untuk mengoperasikan, memelihara, mempertahankan, dan melatih untuk teknologi atau sistem di bawah pertimbangan. Persyaratan ini harus dipertimbangkan dalam semua operasi dan yang diusulkan. Sehingga nantinya akan memengaruhi desain peralatan untuk memastikan hal itu staf yang memadai akan tersedia untuk mengoperasikan dan memelihara peralatan. Dalam kasus UAV ini, operasi kekuatan merupakan salah satu langkah untuk melihat tenaga kerja dapat sesuai dengan pekerjaannya. Tenaga kerja juga harus sesuai dengan beban kerja sehingga perlu pemilihan klasifikasi personil. 

Lingkungan termasuk kondisi fisik di dalam dan di sekitar sistem, serta konteks operasional di mana sistem akan dioperasikan dan didukung. Atribut lingkungan termasuk suhu, kelembaban, kebisingan, getaran, radiasi, goncangan, kualitas udara, di antara banyak lainnya. Lingkungan ini mempengaruhi kemampuan manusia untuk berfungsi sebagai bagian dari sistem.5 Dalam kasus ini, pendaratan UAV sangat berpengaruh terhadap lingkungan, jika terjadi cuaca buruk maka akan terjadi error baik pada sistem pendaratan UAV atau manusia sebagai operator yang kurang maksimal dalam mendaratkan UAV. 

Faktor kesehatan kerja adalah berkaitan dengan meminimalkan risiko cedera, penyakit akut atau kronis, atau kecacatan, dan mengurangi kinerja karyawan yang mengoperasikan, memelihara, atau mendukung sistem. Masalah yang lazim termasuk kebisingan, keamanan kimia, bahaya atmosfir, getaran, dan masalah faktor manusia yang dapat menciptakan penyakit kronis dan ketidaknyamanan seperti penyakit gerakan berulang. Banyak masalah kesehatan kerja, terutama kebisingan dan berbagai dampak lingkungan. 

Dalam hubungannya dengan pendaratan UAV, kesehatan merupakan hal penting karena akan mudah dalam mengontrol UAV apabila kondisi tubuh bugar, kondisi penglihatan baik dan optimal dalam setiap gerakan tangan mengontrol UAV. Faktor keamanan berkaitan dengan meminimalkan kemungkinan kecelakaan dan cedera, evaluasi yang hati-hati dan mitigasi terhadap kegagalan sistem. Sehingga perlu melakukan penilaian resiko terhadap spesifikasi design yang dikembangkan untuk mencegah masalah tersebut. Dalam kasus ini, faktor keamanan dalam pendaratan UAV menjadi hal penting, karena dalam pendaratan UAV yang baik perlu melakukan monitoring secara real time, dan juga memastikan pelaksanaan dalam kondisi aman baik dari sisi teknik maupun non teknis. Non teknis meliputi kondisi cuaca, kecepatan dan arah angin, gangguan keamanan pendaratan, gangguan dari manusia dan sebagianya. 

Berbagai hubungan antara faktor manusia dengan faktor manusia terhadap mesin dapat dijelaskan. Seperti halnya human factors engineering mempengaruhi langsung dengan faktor manusia dengan mesin. Hal ini dikarenakan rekayasa desain tampilan pendaratan dan setiap detail peralatan pendaratan UAV yang dibuat manusia akan digunakan dalam kontak langsung manusia dengan mesin peralatan pendaratan UAV dalam hal ini human-machine interface design. Namun kondisi human-machine interface design juga mempengaruhi lingkungan kerja pilot karena jika tidak dirancang dengan baik maka saat pendaratan dilakukan dengan berbagai gerakan pilot akan berpengaruh pada kesehatannya seperti, ketidaknyamanan, pegal-pegal dan lainnya. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi human performance dalam pendaratan UAV yang baik. 

Faktor manusia seperti manpower meliputi tugas-tugas pekerjaan, tingkat operasi/pemliharaan, beban kerja dan sebagainya akan mempengaruhi faktor latihan dari pilot jika mengalami kondisi yang tidak sesuai maka proses berjalannya latihan dalam hal ini pendaratan UAV akan terganggu akibat berbagai hal pekerjaan yang menggangu pikiran. Sehingga hal ini akan berlanjut pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, pilot dalam mendaratkan UAV. Pengetahuan, keteramplian dan kemampuan pilot juga akan saling mempengaruhi dengan human-machine interface design karena pengetahuan akan menggunakan mesin seperti remote UAV, keterampilan dan kemampuan dalam mengontrol pendaratan UAV akan terjadi masalah jika tidak terbiasa dengan interface yang digunakan. 
Begitu juga dengan human-machine interface design, alangkah baiknya jika interface dibuat dengan menyesuaikan kemampuan terbatas manusia. Seperti aspek ergonomi nya tombol-tombol remote kontrol dan joystick yang menyesuaikan jari manusia. Faktor pengetahuan, keterampilan dam kemampuan dari pilot juga mempengaruhi faktor lingkungan, keamanan dan kesehatan. Karena jika pilot tidak memiliki pengetahuan terkait medan pendaratan UAV, kondisi cuaca maka pendaratan tidak berjalan dengan baik. Selain itu dengan kemampuan yang terbatas dari pilot juga akan mempengaruhi kesehatannya karena terlalu memaksimalkan kondisi pikiran dan tubuhnya dalam melakukan pendaratan UAV secara sempurna. Semua hal tersebut akan berpengaruh pada human performance dalam pendaratan UAV yang baik. 

Setelah melakukan analisis dengan HSI maka diperlukan tambahan instrumen untuk mendukung pendaratan UAV berjalan dengan baik. Adapun salah satu instrumen tesebut menggunakan Instrument Landing System yaitu instrumen berbasis darat yang sangat akurat dan dapat diandalkan sistem pendekatan untuk penerbangan umum. Sistem ini terdiri dari sinyal radio pemancar dan susunan lampu di tanah dan penerima sinyal radio di dalam pesawat.

Localizer adalah pemancar radio dan sistem antena VHF, biasanya terletak di ujung landasan. Dua sinyal ditransmisikan menggunakan umum berbagai pemancar VOR (antara 108.10 MHz dan 111.95 MHz). Satu dimodulasi di 90 Hz, yang lain di 150 Hz. Tumpang tindih antara dua area menyediakan sinyal on-track. 
7 McFarland, R. H.: ILS – A Safe Bet for Your Future Landings. Aerospace and Electronic Systems Magazine, Vol. 5, 1990, No. 5, pp. 12–15. 10 
 Gambar 2. Instrumen sistem pendaratan-glide slope 
Sumber: D´aniel Stojcsics, Andr´as Molnar. 2013. Autonomous Takeoff And Landing Control For Small Size Unmanned Aerial Vehicles. Journal computing and information, Vol 32, hal 1117-1130 

Berdasarkan Gambar 2 diatas bahwa kemiringan meluncur memberikan panduan vertikal selama pendekatan menggunakan antena lain di satu sisi landasan. ILS marker beacons memberikan informasi jarak dari landasan dengan mengidentifikasi titik yang telah ditentukan (penanda luar, tengah, dalam) di sepanjang jalur pendekatan. Ada banyak sistem pencahayaan untuk membantu pendaratan: approach light system (ALS), sequencing flashing light (SFL), lampu touchdown zone (TDZ) dan lampu centerline. Karena ILS digunakan oleh penerbangan komersial di bandara, itu tidak dapat digunakan sebagai sistem panduan umum untuk UAV, karena tidak ada instrumen dasar pada UAV ad-hoc lapangan terbang, dan bagian onboard terlalu berat dan besar untuk kendaraan udara ukuran kecil. 

Melalui simulasi Hardware in the loop (HIL) mampu menciptakan lingkungan yang sama dengan penerbangan sesungguhnya. Hal ini autopilot bertindak sama seperti nyata, ia tidak memiliki informasi tentang sumber dari sinyal yang diukur yang dihasilkan dengan perangkat lunak simulasi PC. Sebuah model matemika, dibuat di Matlab / Simulink, memproses keadaan UAV menggunakan sinyal aktuator yang diambil dari autopilot. Autopilot menggunakan simulasi bukan sinyal sensor internal sendiri untuk filter, navigasi dan algoritma kontrol. Simulator mengirimkan output dari simulasi (posisi, orientasi, kecepatan udara dan ketinggian dll.) ke autopilot melalui port serial dengan kontrol yang diinginkan frekuensi (misalnya 100 Hz) yang sama dengan frekuensi pembaruan kontrol fungsi (waktu diskrit simulasi dengan model waktu nyata). Autopilot tidak menggunakan pewaktu internal tetapi stempel waktu dari simulator. Output yang disimulasikan bisa ideal atau tidak. 

Menggunakan nilai ideal filter internal dapat dilewati. Jika tidak, simulasi HIL mampu menguji perangkat lunak onboard filter dalam situasi yang berbeda. Autopilot menghitung dan mengirim kembali aktuator sinyal berdasarkan nilai yang diterima sementara juga menyegarkan aktuator fisik. Sinyal-sinyal ini adalah input dari model simulasi. Ukuran kecil generik model UAV sayap diperbaiki dan diciptakan di Matlab / Simulink menggunakan set blok AeroSim menggunakan model UAV 6-dof yang telah ditetapkan untuk tujuan validasi dari simulasi HIL. Sejumlah besar kesimpulan dan data uji tersedia untuk kontrol fungsi dan navigasi dari penerbangan nyata di masa lalu, sehingga hasil simulasi bisa dibandingkan dengan yang terukur nyata. Dengan melalui simulasi, maka pilot akan terbiasa dalam mendaratkan UAV dengan baik. 

Oleh : M Didik Nugraha M.Han 

Daftar Pustaka
Booher, H. 2003. Handbook of human systems integration. Hoboken, NJ: Wiley & Sons. 
DAU. 2010. Defense Acquisition Guidebook (DAG). Ft. Belvoir, VA, USA: Defense Acquisition University (DAU)/U.S. Department of Defense (DoD).