Permasalahan
Analisis
proses inovasi teknologi dihadapkan pada tiga matra (angkatan darat, angkatan
laut dan angkatan udara)! Mana program Minimum
Essentiall Force (MEF) yang memenuhi technology
innovation process dan bagaimana technologi
readiness level-nya?
Pengantar
Analisis
Dalam pelaksanaan pengadaan
alutsista pemerintah Indonesia telah mencanangkan bahwa semua kerjasama yang
dilakukan oleh Industri Pertahanan harus memperhatikan aspek Transfer of Technology serta aspek-aspek
yang lain yang termaktub dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2012 tentang
Industri Pertahanan. Aspek teknologi ini sudah menjadi sorotan dari berbagai
pihak yang mengharapkan kemajuan di bidang-bidang terkait. Bidang pertahanan
adalah salah satu bidang yang ketat akan seleksi teknologi baik pengembangan
teknologi maupun teknologi-teknologi maju yang akan berimplikasi terhadap
pertahanan negara.
Terkait Transfer of Technology, negara pemberi
teknologi hendaknya mampu memfasilitasi negara penerima teknologi dengan turut
serta memberikan teknologi apa saja yang akan diberikan sesuai dengan tingkat
penguasaan keterampilan sumberdaya manusia atau bekal kemampuan yang telah
dikuasai negara penerima teknologi terhadap produk yang telah disepakati dalam
kerjasama tersebut. Dalam ranah ini, Industri Pertahanan di Idonesia belum
mampu menilai dan memilih teknologi apa saja yang diperlukan untuk menunjang
pengembangan dan kemampuan Industri Pertahanan ke depannya. Demi terwujudnya
Industri Pertahanan yang mampu mengejar ketertinggalan dengan negara lain yang
memiliki Industri Pertahanan yang mampu menguasai teknologi maju. Di sisi lain,
Industri Pertahanan dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan alutsista pengguna
yaitu TNI dan Polri serta mampu bersaing dengan negara lain.
Mengingat teknologi
menjadi kebutuhan yang semakin mendesak maka perlu adanya bekal untuk menguasai
teknologi dasar yang mampu menunjang penguasaan teknologi terbaru (update) yang akan dilaksanakan dalam Transfer of Technology tersebut. Secara
empiris, Industri Pertahanan Indonesia belum mampu menguasai
teknologi-teknologi menengah yang mampu menunjang proses penerimaan teknologi
maju seperti Optik, Material anti radar dan lain-lain. Namun, demi melakukan
keberlangsungan hidup Industri Pertahanan Indonesia pemerintah terus mendukung
Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dalam hal ini BUMNIP yang
menjadi lead integrator adalah PT.
Pindad, PT.PAL, dan PT. DI untuk memenuhi Minimum
Essential Force (MEF). MEF ini dilaksanakan dalam tiga tahap; tahapan
pertama atau MEF Renstra I dilaksanakan pada tahun 2010-2014 , disusul dengan
MEF Renstra II atau tahap kedua pada tahu 2015-2019, dan ditutup pada tahun
2020-2024 (MEF Renstra III). Harapannya, dengan dilaksanakannya tiga tahap
kebijakan MEF tersebut, Indonesia mampu meningkatkan kapabilitas pertahanannya
baik untuk Matra Darat, Matra Laut, maupun Matra Udara, serta memenuhi postur
ideal pertahanan negara pada akhir tahun 2024.[1]
Kaitannya dengan
pemenuhan MEF, masing-masing matra telah meminta pemenuhan alutsista kepada
pemerintah sesuai dengan prioritas dan Renstra I, Renstra II dan Renstra III.
Alutsista yang diprioritaskan bertujuan untuk memperkuat pertahanan negara
serta mampu menimbulkan efek deterent bagi
negara lain. Dalam perjalanannya, masing-masing matra baik matra darat, matra
laut da matra udara memiliki record
alutsista yang berkembang atau memiliki teknologi yang lebih baik dari produk
alutsista sebelumnya. Tulisan ini akan meninjau beberapa alutsista dari ketiga
matra dari sudut pandang Technology Innovation Process atau
proses inovasi teknologi.
Proses inovasi
teknologi terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap identifikasi teknologi atau
technology identification, evaluasi
teknologi dan pembuatan prototipe atau technology
evaluation and prototyping, teknologi menejemen portfolio atau technology portofolio management dan
purna teknologi atau technologi
retirement. Identifikasi teknologi dilakukan di awal untuk menggali
informasi berkaitan dengan keseluruhan teknologi yang diterapkan dalam suatu
produk. Setelah tahap identifikasi teknologi dilakukan maka dalam perjalannya
akan dilakukan evaluasi teknologi serta pembuatan prototipe untuk memodelkan
yang nantinya akan dikembangkan ke tingkat teknologi yang lebih baik. Untuk
mendukung hal tersebut maka pelaporan berupa dokumen, informasi dari ahli,
kelompok atau lembaga, organisasi atau yang lainnya turut serta guna mengetahui
perkembangan suatu proses yang berlangsung untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai. Setelah beberapa siklus dilalui, maka tahap yang paling akhir adalah
purna atau pengunduran teknologi sebagai bentuk upgrade atau pembaharuan atas teknologi sebelumnya.
Dalam Peraturan Menteri
Nomor 42 tahun 2016 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Teknologi
telah mewajibkan pengukuran kesiapterapan teknologi terhadap teknologi hasil
kegiatan penelitian dan pengembangan yang didanai dengan anggaran pemerintah
atau dikerjasamakan dengan pemerintah[2]. Tingkat Kesiapan
Teknologi (TKT) atau Technology Readiness
Level merupakan tingkat keadaan kematangan atau kesiapterapan suatu hasil
penelitian dan pengembangan teknologi tertentu yang diukur secara sistematis
yang bertujuan untuk memperoleh adopsi dari pengguna, dari pemerintah, industri
maupun dari pemerintah.
[1] Lampiran Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2012 tentang Kebijakan Penyelarasan MEF Komponen Utama, dalam
http://www.djpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2012/bn650-2012lamp.pdf, diakses 14
Maret 2018
[2] Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 42
Tahun 2016 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapterapan Teknologi
Pasal 2
Perbandingan
teknologi MBT (Main Batle Tank) Leopard dan Tank Scorpion di satuan Angkatan
Darat
Indonesia
menandatangani kontrak pembelian (Main
Batle Tank) MBT Leopard dengan pihak perusahaan Rheinmetall Jerman pada
akhir tahun 2012. Sebanyak 163 buah tank akan diadakan. 103 buah merupakan tank
kelas utama MBT, 50 buah kelas medium, serta 10 buah merupakan tank pendukung.
Desain tank ini diperuntukan untuk perang kota. beberapa sudut armournya
terbuat dari bahan komposit dan dapat dibongkar pasang menyesuaikan kebutuhan.
Pembelian MBT Leopard merupakan implementasi dari kebutuhan perwujudan program MEF
tahun 2010-2014, sekaligus menunjukkan kesungguhan pemerintah atas komitmen
membangun pertahanan negara melalui modernisasi alutsista. Rencana pembelian
MBT ini masuk daftar pengadaan pada dokumen Renstra hanneg tahun 2010-2014.
Pertimbangan pemilihan MBT Leopard adalah:
1. Mobilitas
operasional. Kemampuan mobilitas Ranpur MBT Leopard untuk melintasi medan dengan
kecepatan maksimal 70 km/jam. Sistem Ranpur ini sudah menggunakan mesin jenis
MTU MB 873 Diesel Turbo Charge
Intercooler di atas Euro 3, jenis mesin ini rata-rata sudah diproduksi di
atas tahun 1990-an. Dengan power-to-weight-ratio
yang dihasilkan sebesar 25 hp/ton sehingga telah memenuhi persyaratan KSU yaitu
≥ 20 hp/ton untuk itu kemampuan tenaga mesin terkait bobot Ranpur khususnya
untuk melintasi medan-medan berat tidak begitu menjadi permasalahan.
2. Lindung
lapis baja. Bagian body tank telah
dikonstruksi dengan baja komposit. Bagian depan kubah, atap depan dan samping
serta bagian bawah telah ditambahakan lapisan baja anti ledakan.
3. DayaTembak.
a. Ranpur
Tank Leopard dipersenjatai dengan senjata utama kanon 120 mm, senjata pendukung
coaxial 7.62 mm dan senjata PSU 12.7 mm serta dilegkapi dengan penuntun laser (Anti Tank Laser Guide Missile)
b. Sistem
Senjata
-
Senjata utama kanon 120 mm
mampu menembakkan berbagai jenis amunisi berdaya ledak tinggi yaitu APFSDS, HE,
dan HEAT.
-
Senjata pendukung coaxcial
7.62 mm memiliki jangkauan mengikuti arah tembakan senjata kanon dan PSU 12.7 mm
untuk memberikan proteksi terbatas dari serangan udara musuh.
-
Memiliki kemampuan menembak
secara tepat, cepat dan akurat baik secara taktis maupun secara dinamis. Hal
ini dikarenakan dalam sistem penembakkannya full elektrik yang dilengkapi dengan
Image Stabilize, Neodinium Yttrium
Aluminium Garnet (Nd:YAG) untuk Laser
Range Finder, Zeiss Optonik untuk Night Vision dan sistem komputerisasi
pengolah data penembakan (Computerize
Data Fire Control Proses). Image
Stabilize memungkinkan menembak secara bergerrak, dan Night Vision digunakan untuk membantu visualisasi di malah hari.
4. Sistem
Komunikasi. Alat komunikasi yang digunakan sesuai keinginan pengguna (optimal),
sehingga hal ini dapat menyesuaikan dengan kebutuhan Satkav TNI AD dan dapat
diintegrasikan dengan Battle Management System (BMS) serta memenuhi standar
spesifikasi militer STD MIL 810 F dan 461.
5. Sistem
Pengintai. MBT Leopard dilengkapi dengan berbagai fasilitas kamera pengintai
dan layar monitor, baik untuk pengemudi, penembak dan Danran serta memiliki
kelengkapan aplikasi sistem navigasi GPS, peta digital dan Drivers night vision.
6. Sistem
Perlindungan. MBT Leopard dilengkapi dengan aplikasi Explosive Reactive Armor (ERA), NBC protection dan Automatic fire
extinguisher
7. Sistem
Suspensi. Suspensi yang digunakan adalah torsion
bar dan hydraulic pneumatic.
Sistem ini memberikan kenyamanan bagi awak Ranpur pada saat melintasi medan
bergelombang dan pada saat melaksanakan penembakan pada medan yang tidak rata
atau berbukit.
8. Kemampuan
mengarung. Kendaraan tank leopard memiliki kemampuan mengarung di air dengan
fording sedalam 2 – 4 m dengan persiapan.
9. Suku
cadang. Terdapat ketersediaan spare part
dari pabrikan sampai dengan 25 tahun. Mesin MTU banyak digunakan di pasaran
sehingga mudah memperoleh alternatif suku cadang apabila terjadi embargo.
10. Pendidikan
dan latihan. Secara umum Ranpur tersebut tidak terlalu beda dengan Tank Kanon
yang sudah memiliki Satkav saat ini, yaitu Tank Scorpion dan Tank AMX-13,
sehingga pendidikan yang dilaksanakan di Pusdikkav dan latihan yang
dilaksanakan di satuan dapat menyesuaikan. Namun untuk crew loader munisi
kanon, perlu pendidikan dan pelatihan khusus untuk memahami sistem munisi kanon
dari MBT.
Tabel 1. Karakteristik dan Spesifikasi MBT
Leopard
Masuk Layanan
|
2010
|
Kru
|
4 (komandan, driver,
shooter, loader)
|
Bobot
|
60 ton
|
Panjang dengan meriam
|
9.7 m
|
Panjang tanpa meriam
|
7.7 m
|
Lebar
|
3.7 m
|
Tinggi
|
2.5 m
|
Senjata Utama
|
120 mm smoothbore
|
Senapan Mesin
|
12.7 mm dan 7.62 mm (remote
control)
|
Sudut putar meriam
|
360 derajat
|
Mesin
|
MTU MB-837 Ka501 turbocharge
diesel 1.500 hp
|
Kecepatan Maksimal
|
70 km/jam
|
Jangkauan operasional
|
500 km
|
Halangan vertikal
|
1.15 m
|
Medan Air
|
1 m spontan atau 4 (dengan
snorkel)
|
Apabila MBT Leopard
dibandingkan dengan Tank Scorpion, tentu akan memperoleh perbedaan yang
signifikan. Tank Scorpion merupakan tank kecil dan termasuk Tank ringan. Antara
Tank Leopard dengan Tank Scorpion adalah Tank yang berbeda kelas, hal tersebut
dapat ditinjau dari ukuran dan teknologi yang digunakan.Tank Scorpion merupakan
Tank ringan modern (Modern Light Tank)
buatan Alvis Vickers Inggris yang telah diakuisisi oleh BAE System Land System (Weapon and Vehicle). Sedangkan Tank
Leopard adalah Tank medium (Main Batle
Tank) Rheinmetall Jerman. Berikut ini adalah gambaran kemampuan dan
teknologi yang dimiliki oleh Tank Scorpion.
1. Mobilitas
Tank Scorpion cukup tinggi jika dibandingkan dengan Tank Leopard, karena Tank
ini mampu melaju dengan kelajuan 76 km/jam atau lebih cepat 6 km/jam jika
dibandingkan dengan dengan Tank Leopard. Tank Scorpion menggunakan mesin jaguar
tipe J.60 yang berbahan bakar bensindan memiliki kemampuan sebanding dengan 195 hp/ton berbeda
dengan Tank Leopard yang hanya memiliki 25 hp/ton tenaga kuda. Setelah itu,
dilakukan upgrade mesin menjadi mesin
diesel Cummins tipe BTA yang memiliki daya 190 hp/ton. Selisih 5hp dibandingkan
dengan daya mesin sebelumnya. Karena ukurannya yang kecil dan ringan, Tank ini
mampu di angkut menggunakan kendaraan militer (pesawat).
2. Body
Tank. Lapisan body terbuat dari bahan
utama alumunium alloy composite.
Meskipun memiliki ketebalan menyamaai steel
armor atau baja tank ini tetap akan mudah oleh ledakan ranjau. Berbeda
dengan Tank Leopard yang telah dilapisi dengan baja composite anti ledakan.
3. Sistem
Persenjataan
Persenjataan
utama tank ini adalah meriam L23A1 76 mm buatan Inggris berpeluru HE (high explosive), HESH (High Explosive Squash Head), pelontar
granat asap dan fasilitas APDS (Armor
Piercing Discarding Sabot). Meriam yang dimiliki Tank Scorpion mampu bergerak
dengan sudut elevasi 35 derajat dan 10 derajat kebawah.
4. Sistem
Perlindungan. Tank Scorpion juga mampu dilengkapi dengan penahan pecahan
fragmen jenis HE (High Explosive). Tank
ini mampu menahan terjangan peluru kaliber 7,62 mm sampai 12 m hingga kaliber
105 mm yang ditembakkan baik dari darat maupun udara dengan jarak lebih dari 30
m.
5. Kemampuan
mengarung. Dimensin tank yang kecil mendukung untuk bermanuver dengan baik.
Tidak seperti Tank Leopard yang besar dan kurang lincah dalam bermanuver. Tank Scorpion
hanya mampu melewati kubangan atau air sungai dengan ketinggian 1 – 1,5 m
perbedaannya signifikan jika dibandingkan dengan Tank Leopard yang mampu
fording hingga 2 - 4 m.
6. Daya
tampung. Tank Scorpion diawaki oleh 3 orang awak yaitu : 1 pengemudi, 1
Penembak (gunner) dan seorang
komandan. Sedangkan Tank Leopard memiliki daya tampung kru sebanyak 4 oraang
awak yaitu komandan, driver, shooter, loader.
Apabila dijintau dari
tahapan TKT pada Tank Scorpion masing bagian secara kolektif belum melewati semua
tahapan TKT karena Tank tersebut dibeli ketika Industri Pertahanan khususnya
PT.Pindad belum siap melakukan kerjasama lebih lanjut. Pindad bekerjasama dalam
pengadaan Tank Scorpion dalam rangka memfasilitasi penggantian suku cadang atau
maintenance. Sehingga dapat dikatakan
hampir sebagian besar teknologi yang ada pada Tank Scorpion lebih baik daripada
teknologi yang dimiliki Tank Leopard dengan asumsi kedua Tank ini digunakan
ditempat dengan keadaan geografis yang sama.